BAB 1PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
Sistem urogenitalia
atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi dan urinaria. Sistem urinaria
atau disebut juga dengan system ekskretori adalah sistem organ yang
memproduksi, menyimpan dan mengalirkan urin. Pada manusia normal, organ ini
terdiri dari ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli dan uretra.Cedera
pada sistem urogenitalia sebagian besar bukan termasuk cedera yang mengancam
nyawa, kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim
ginjal yang cukup luas dan kerusakan atau putusnya pembuluh darah ginjal.Cedera
yang mengenai organ genitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma
tumpul maupun trauma tajam, cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat
operasi atau petugas medic yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa trauma
tusuk maupun trauma tembus oleh peluru, harus dipikirikan untuk kemungkinan
melakukan eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak
diperlukan tindakan operasi. BAB IIISI 2.1 TRAUMA GINJAL Ginjal terletak di rongga
retroperitoneum dan terlindungi oleh otot punggung di sebelah posterior dan
oleh organ intraperitoneal di sebelah anteriornya; karena itu cedera ginjal
tidak jarang diikuti oleh cedera organ yang mengitarinya.2.1.1 EpidemiologiTrauma
ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia, dengan presentase
10% dari trauma abdomen yang mencederai ginjal.2.1.2 EtiologiJenis
cedera yang mengenai ginjal merupakan cedera tumpul, luka tusuk atau luka
tembak.2.1.3 Patogenesis Cedera
ginjal dapat terjadi secara1. Langsung
akibat benturan yang mengenai daerah pinggang
2. Tidak
langsung, yaitu cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal yang secara
tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Goncangan ginjal di dalam rongga
retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan
robekan pada tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya
bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri
renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika
sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista
ginjal atau tumor ginjal.2.1.4
Derajat trauma ginjal
Menurut
derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi:1.
Cedera minor
2.
Cedera mayor
3.
Cedera pada pedikel atau pembuluh darah
ginjal
Menurut skala cedera organ, cedera ginjal dibagi manjadi
:Tabel 2.1 Derajat Trauma ginjal
menurut skala cedera organ
Derajat
|
Jenis Kerusakan
|
I
|
Kontusio ginjal / Hematoma perirenal
|
II
|
Laserasi ginjal terbatas pada korteks
|
III
|
Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin
terdapat thrombosis arteri segmentalis
|
IV
|
Laserasi
sampai mengenai sistem kalises ginjal
|
V
|
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi
thrombosis arteria renalis
Ginjal
terbelah (shatered)
|
Gambar 2.1 Klasifikasi trauma ginjal (dari kiri ke kanan) 2.1.5 Diagnosis
2.2.3 Diagnosis
Saat operasi
|
Pasca operasi
|
Lapangan
operasi banyak cairan
|
Demam
|
Hematuria
|
Ileus
|
Anuria/
oliguria jika cedera bilateral
|
Nyeri pinggang
akibat obstruksi
|
|
Luka operasi
selalu basah
|
|
Sampai
beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak
|
|
Hematuria
persisten dan hematoma/urinoma di abdomen
|
|
Fistulaureterokutan/fistula
ureterovagina
|
2.3.1 Epidemiologi Angka kejadian trauma pada buli-buli pada beberapa klinis urologi kurang lebih 2% dari seluruh trauma pada sistem urogenital.2.3.2 Etiologi Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvikdan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvik), dapat merobek buli-buli.
Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekana dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi urin ke dalam rongga intraperitoneum. Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula pada tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli. Ruptur buli-buli dapat pula terjadi secara spontan, terjadi jika sebeelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli.2.3.3 Klasifikasi Secara klinis, cedera buli-buli dibedakan menjadi1. Kontusio buli-buli
3. Cedera Ekstraperitoneal
2.4.2 Etiologi Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksterna) dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture utetra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan menyebabkan rupture uretra pars bulbosa 2.4.3 Gambaran Klinis Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretram, yaitu darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma. Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urin bercampur darah. Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urin. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui uretra, guna mengetahui adanya rupture uretra.1. Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simpisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentumpubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta buli-buli akan terangkat ke cranial.A. Klasifikasi
2. Ruptura Uretra Anterior
A. Patologi
B. Diagnosis
Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk dilepaskan. Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah1). Memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas yang ditimbulkan dapat merusak jaringan penis2). Melingkarkan tali pada penis pada sebelah distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan3). Melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang cairan (edema) sehingga logam dapatdikeluarkan 2.5.3 Trauma Genitalia Eksterna A. Avulsi Kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum. Biasanya terjadi pada pekerja pabrik atau petani yang mempergunakan mesin pengolah ladang. Celana dan kulit skrotum atau kulit penis terjerat pada mesin yang sedang berputar. Tindakan pertolongan pertama adalah memberikan analgetik, sedative serta tranquiliser untuk menenangkan pasien. Kemudian dilakukan pencucian luka dari debris dan rambut yang menempel dengan melakukan irigasi memakai air bersih dan kalau tersedia dengan garam fisiologis.
Jika kulit skrotum yang tersisa tidak cukup untuk membungkus testis, dianjurkan membuat kantong dip aha atau di inguinal guna meletakkan testis. Kantong di inguinal lebih mudah membuatnya daripada kantong dip aha, akan tetap karena suhunya sama dengan suhu didalam rongga abdomen, testis yang diletakkan di inguinal seringkali mengalami gangguan dalam proses spermatogenesis. Karena itu pada pasien yang masih muda, sebaiknya testis diletakkan pada kantong yang dibuat dip aha. BAB 3PENUTUP Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi dan urinaria. Cedera pada sistem urogenitalia sebagian besar bukan termasuk cedera yang mengancam nyawa.Trauma ginjal adalah trauma tersering dalam sistem genitourinaria, sedangkan trauma ureter adalah trauma yang paling jarang dijumpai. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan jenis trauma, mencari sebab dan perencanaan terapi
Komentar
Posting Komentar