BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker
paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen
dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari
seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan
terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat
kanker paru. Berdasarkan laporan profil kanker WHO, kanker paru merupakan
penyumbang insidens kanker pada laki-laki tertinggi di Indonesia, diikuti oleh
kanker kolorektal, prostat, hati dan nasofaring, dan merupakan penyumbang kasus
ke-5 pada perempuan, setelah kanker payudara, serviks-uteri, kolorektal,
ovarium. Kanker paru merupakan penyebab pertama kematian pada kanker pada
laki-laki (21.8%), dan penyebab kematian kedua (9.1%) kanker pada perempuan
setelah kanker payudara (21.4%).
Kanker paru memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit
ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan
pendekatan yang erat dan kerja sama multidisiplin. Penemuan kanker paru pada
stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu
yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih
baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan.
BAB 2
ISI
2.1 DEFINISI
KANKER PARU
Karsinoma Bronkial
disebut juga karsinoma paru. Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam
pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas
yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hasil penelitian
berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru merupakan kasus
terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan tapi merupakan
penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di
laboratorium Patalogi Anatomik RSUP Persahabatan kanker paru merupakan lebih
dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi
kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea,
bronkus dan paru merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah
kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker
terbanyak pada pria (28,94%).
Berdasarkan
data dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP
Persahabatan, angka kasus baru kanker paru meningkat lebih dari 5 kali lipat
dalam waktu 10 tahun terakhir, dan sebagian besar penderita datang pada stage
lanjut (IIIB/IV). Penderita kasus baru kanker paru yang berobat di RSUP
Persahabatan mencapai lebih dari 1000 kasus per tahun.
2.3 ETIOLOGI
1. Merokok
Merokok
adalah factor penyebab penyakit utama karsinoma paru. Tahun 1996 hasil survei
epidemiologi perilaku merokok nasional RRC menunjukkan pada tahun 1996 pria
yang merokok adalah 66,9%, wanita 4,2%, total angka merokok 37,6%, diantara
yang tidak merokok terdapat 53,48% menjadi perokok pasif. Perokok pasif adalah
orang yang tidak merokok yang setidaknya 1 hari dalam seminggu menghirup asap
yang dihembuskan perokok selama lebih dari 15 menit/hari. Hasil dokter di
inggris tahun 1960 telah menunjukkan bahwa ada hubungan tembakau dengan terjadi
karsinoma paru. Pasien dengan indeks brinkmannya lebih dari 400, termasuk
pasien dengan resiko tinggi terjadi karsinoma paru.
2. Kontak
industrial
Asbeston,
arsen, uranium, nikel, kromium adalah factor penyebab karsinoma paru. Sebuah
lokasi tambang timah tua di RRC merupakan daerah
dengan insiden tinggi karsinoma
paru dengan angka kematian mencapai 151/100.000 penduduk.
3. Polusi udara
Termasuk polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, gas buangan
industry dan gas buangan kendaraan bermotor mengandung zat karsinogen, terutama
karsinogen benzopiren.
4. Onkogen dan supresor onkogen
Mutasi gen p53 dianggap berkaitan
dengan timbulnya karsinoma paru. Pandangan mutakhir adalah karsinoma skuamosa
paru karena merokok berkaitan dengan gen ras, sedangkan adenokarsinoma paru
pada non perokok berkaitan dengan gen egrf.
2.4 DETEKSI DINI
Metode skrining yang
telah direkomendasikan untuk deteksi dini kanker paru terbatas pada kelompok
pasien risiko tinggi.. Pemeriksaan low-dose
CT scan dilakukan pada pasien risiko tinggi yaitu pasien usia > 40
tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu
15 tahun sebelum pemeriksaan [rekomendasi A], atau pasien ≥50 tahun dengan
riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya
[rekomendasi B].
SKEMA
Foto
Toraks
|
(+)
|
(+)
|
Sitologi
Sputum
|
||
(+)
|
A
|
B
|
(+)
|
C
|
D
|
2.5 PATOLOGI
1. Klasifikasi Umum
Menurut lokasi timbulnya tumor,
patologi karsinoma paru secara garis besar dapat dibagi menjadi:
1. Tipe sentral : Tumor yang timbul di bronkus
proksimal dari ostium bronkus segmental
2. Tipe Perifer : Tumor yang timbul di bronkus
distal dari ostium bronkus segmental, yaitu dari bronkus subsegmental hingga
alveolus.
Menurut
penggolongan histology, dibagi menjadi:
1. Karsinoma sel skuamosa :
Sekitar 30-35% dari semua karsinoma paru,
kekhasannya adalah pada jaringan terdapat keratinisasi, jembatan antar sel atau
kedua-duanya. Menurut derajat deferensiasinya, dibagi menjadi : Diferensiasi
baik (G1), sedang (G2) dan buruk(G3). Karsinoma skuamosa terutama timbul di
trakea, bronkus paru tipe sentral, karsinoma skuamosa tipe perifer lebih
jarang.
2. Adenokarsinoma (35-40%)\
Meliputi adenokarsinoma glandular,
adenokarsinoma papilar dan karsinoma sel bronkioalveolar.
3. Karsinoma sel besar (10%)
Kanker sel datia dan kanker sel jernih
4. Karsinoma sel adenoskuamosa
Karsinoma paru tipe ini cenderung lebih
banyak
5. Karsinoma sel kecil (20-25%)
Menempati sekitar 3 subtipe yaitu, kanker sel
oat, kanker sel mesotel dan kanker sel oat campuran
6. Karsinoma paru tipe lainnya, terdapat
adenokarsinoma bronchial, karsinoid, karsinosarkoma.
Berdasarkan karaketeristik biologis karsinoma
paru dan metode terapi yang berbeda, klinikus onkologi membagi karsinoma paru
menjadi 2 jenis besar:
1. Karsinoma paru sel kecil (SCLC)
Karsinoma paru sel kecil menempati 20-25%
dari seluruh karsinoma paru, kekhasan klinisnya adalah derajat keganasan
tinggi, mudah bermetastasis, memerlukan terapi gabungan dengan kemoterapi
sebagai terapi utama
2. Karsinoma paru bukan sel kecil (NSCLC)
Semua karsinoma paru lain selain karsinoma paru sel
kecil, menempati 75-80% dari seluruh karsinoma paru. Terapi karsinoma paru
jenis ini umumnya operasi sebagai terapi utama dalam terapi gabungan
Penyebaran
dan metastasis karsinoma paru: seperti halnya kanker umumnya penyebaran
karsinoma paru mencakup 4 jenis, yaitu infiltrasi langsung, metastasis
limfogen, hematogen dan implantasi. Yang perlu digarsbawahi adalah ekspansi dan
metastasis karsinoma paru tidak berhubungan langsung dengan besar atau kecil
ukuran lesi primernya, ada lesi primer yang tidak besar di dalam paru, tapi
sudah terjadi metastasis jauh seperti ke tulang dan otak. Metastasis implantasi
sering ditemukan pada efusi pleural maligna, tampak sebagai lesi milier di
pleura, otot diafragma, terutama banyak di lapangan bawah paru dan sudut
kostodiafragma.
Klasifikasi tumor paru menurut WHO tahun 2015
Epithelial tumours
` 1. Adenocarcinoma
a. Lepidic
adenocarcinoma
b. Acinar
adenocarcinoma
c. Papillary
adenocarcinoma
d. Micropapillary
adenocarcinoma
e. Solid
adenocarcinoma
f. Invasive
mucinous adenocarcinoma
Mixed invasive mucinous
and non-mucinous adenocarcinoma
g. Colloid
adenocarcinoma
h. Fetal
adenocarcinoma
i.
Enteric adenocarcinoma
j.
Minimally invasive adenocarcinoma
Non-mucinous
Mucinous
k. Preinvasive
lesions
Atypical adenomatous hyperplasia
Adenocarcinoma in situ
Non mucinous
Mucinous
2. Squamous
cell carcinoma
Keratinizing squamous cell carcinoma
Non-keratinizing squamous
cell carcinoma
Basaloid squamous cell
carcinoma
Preinvasive lesion
Squamous cell carcinoma in
situ
3. Neuroendocrine
tumours
a. Small
cell carcinoma
Combined small cell
carcinoma
b. Large
cell neuroendocrine carcinoma
Combined large cell
neuroendocrine carcinoma
c. Carcinoid
tumours
Typical carcinoid
Atypical carcinoid
d. Preinvasive
lesion
Diffuse idiopathic
pulmonary neuroendocrine cell hyperplasia
4. Large
cell carcinoma
5. Adenosquamous
carcinoma
6. Pleomorphic
carcinoma
7. Spindle cell carcinoma
8. Giant cell carcinoma
9. Carcinosarcoma
10. Pulmonary
blastoma
11. Other and unclassified carcinomas
Lymphoepithelioma-like carcinoma
NUT carcinoma
12.
Salivary gland-type tumours
Mucoepidermoid carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Epithelial-myoepithelial carcinoma
Pleomorphic adenoma
13. Papillomas
Squamous cell papilloma
Exophytic
Inverted
Glandular papilloma
Mixed squamous cell and glandular papilloma
14. Adenomas
Mesenchymal tumours
1.
Pulmonary hamartoma
2.
Chondroma
3.
PEComatous tumours
Lymphangioleiomyomatosis
PEComa, benign
Clear cell tumour
PEComa, malignant
4.
Congenital peribronchial
Myofibroblastic tumour
5.
Diffuse pulmonary
lymphangionatosis
6.
Inflammatory myofibroblastic
tumour
7.
Epitheloid haemangioendothelioma
8.
Pleuropulmonary blastoma
9.
Synovial sarcoma
10. Pulmonary artery intimal sarcoma
11. Pulmonary myxoid sarcoma with EWSR1-CREB1 translocation
12. Myoepithelial tumours
Myoepithelioma
Myoepithelial carcinoma
Lymphohistiocytic
tumours
1.
Extranodal marginal zone
lymphoma of mucosa-associated lymphoid tissue (MALT lymphoma)
2.
Diffuse large B-cell
lymphoma
3. Lymphomatoid
granulomatosis
4. Intravascular
large B-cell lymphoma
5. Pulmonary
Langerhans cell histiocytosis
6.
Erdheim-Chester disease
Tumours of ectopic origin
1. Germ
cell tumours
a. Teratoma,
mature
b. Teratoma,
immature
2. Intrapulmonary
thymoma
3. Melanoma
4.
Meningioma, NOS
Diagnosis banding
Beberapa diagnosis banding dari
kanker paru, antara lain:
1) Tumor
mediastinum
2) Metastasis
tumor di paru
3)
Tuberkuloma
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis kanker paru tidak khas
tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama
atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus
ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru. Gejala yang berkaitan
dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada dan
sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker
paru.
Gejala lain berkaitan dengan
pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard, sindorm vena kava
superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast syndrome
merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior, yang
menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada lengan,
sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah
terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik
yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan
gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika
telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering
menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat gejala
lain seperti gejala paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi,
vaskuler, neurologi, dan lain-lain
Pada
pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat bervariasi
tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi
penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga
menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal
pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura
atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada
vena kava superior (SVKS).
Sindroma
Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena
ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan
gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah
terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat
terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan
neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang
belakang.
Gambaran radiologis
Hasil
pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan
untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks
PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen
dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor
dan
metastasis.
a.
Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll.
Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB
untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan
dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru
dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang
penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1bulan harus menyingkirkan
kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak
berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan
dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks
menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan
isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks
agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila
cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
b.CT-Scan
toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus,
tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah
terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh
lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan
stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c.Pemeriksaan
radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di
tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi
metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada
tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut
2.6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan khusus
a.
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan
diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis
infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.
b.
Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat
dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
c.
Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA
di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1
bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan
untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada
sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan.
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic
Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari
2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di
sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
f.
Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat
pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG
harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila,
apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui.
Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel
kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
g. Torakoskopi medik
Dengan
tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura
parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
h.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang
paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum
yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran
sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut
di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi,
atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alcohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.
Pemeriksaan invasif lain
Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan
invasif seperti Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,
torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat
ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat
ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan :
1.
Jenis histologis.
2.
Derajat (staging).
3.
Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga
jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.
Pemeriksaan lain
a.
Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1,
NSE dan lainya tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.
b.
Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin
berkembang, cara paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau
produk gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan
lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan
prognosis penyakit.
Jenis histologis
2.7
STAGING KARSINOMA PARU
Karsinoma paru (ICD-10 C33-34),
penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM dari American Joint
Committee on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010, sebagai berikut:
Tumor Primer (T)
Tx tumor primer tidak dapat
ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau
bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
T0 tidak tampak lesi atau tumor
primer
Tis Carcinoma in situ
T1 ukuran terbesar tumor primer ≤ 3
cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm
T1b Ukuran tumor primer > 2 cm
tetapi ≤ 3cm
T2 ukuran terbesar tumor primer >
3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal
karina, berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah
hilus atau invasi ke pleura visera 19
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
T2b
Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
T3
Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk
sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari
satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
T4
Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi
yang sama dengan tumor (ipsilateral).
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
Nx
Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
N0
Tidak ditemukan metastasis ke KGB
N1 Metastasis
ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary (#10) ipsilateral
N2
Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7)
N3
Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum kontralateral
dan atau KGB supraklavikula
Metastasis (M)
Mx
Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
M0
Tidak ditemukan metastasis dan M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura,
efusi pleura ganas, efusi pericardium
M1b
Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher, aksila,
suprarenal, dll)
Tampilan
Tampilan
penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan obyektif yang dapat
dinilai oleh
dokter.
Ada beberapa skala international untuk menilai tampilan ini, antara lain
berdasarkan Karnofsky
Tampilan
inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya kemoterapi atau radioterapi
kuratif diberikan
2.8
PENGOBATAN
Pembedahan
Indikasi
pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan
juga
merupakan
bagian dari “combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk
KPBKSK
stadium
IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah,
seperti kanker
paru
dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner,
dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan
jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong
beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum
diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil
(KPKBSK)
Kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
a.
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
b.
Adenokarsinoma
c.
Karsinoma sel esar (KSB)
d. Jenis
lain yang jarang ditemukan
Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Pilihan
pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita,
komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah
bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan dilakukan
secara integrasi multidisiplin.
Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama
utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang
masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang
dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan
utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi.
Namun, pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang
lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan VATS.
Intervensi
menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama untuk
obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat keganasan,
dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan baik distal
dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran
bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi
fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan.
Metode bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan
bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara
mekanik, terutama untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering
intervensi ini adalah perdarahan.
Radioterapi
Radioterapi
merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru.
Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
Indikasi/Tujuan
Radioterapi
kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan pada KPKBSK
stadium awal (Stadium I) yang secara medis inoperabel atau yang menolak
dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut
(Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa
mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial
dan radiasi atau radiasi saja. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi
pre operasi dan radiasi pasca operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium
IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri,
perdarahan, obstruksi). (NCCN Kategori 2A).
Pilihan terapi berdasakan stadium
1. Stadium 0
Modalitas terapi
pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy (PDT).
2. Stadium I
Modalitas terapi
pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan dengan VATS. Bila
pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi
atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan
kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan
kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II
Terapi pilihan
utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi. Terapi radiasi atau
kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB
intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan,
maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi
radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik.
4.
Stadium IIIA
Pada stadium ini,
dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat dioperasi dan tidak terdapat
bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari
ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi
neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan
lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat
dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi
radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada
keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi, maka
pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari
4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan
hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI.
5. Stadium IIIB
Modalitas
pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi klinis dan
tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi
metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat
diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan pada
adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif EGFR-TKI.
6. Stadium IV
Tujuan utama
terapi pada stadium ini bersifat paliatif.
Pendekatan
tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi
sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan
lain-lain)
Catatan:
Regimen kemoterapi
lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum (sisplatin atau karboplatin)
dengan salah satu obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin
+ etoposid
Sisplatin/Karboplatin
+ gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin
+ paklitaksel
Sisplatin/Karboplatin
+ doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin
+ vinorelbine
Sisplatin/Karboplatin
+ pemetreksed
Dukungan Nutrisi
Malnutrisi
pada pasien kanker paru terjadi sebesar 46%. Penyebab malnutrisi karena
gangguan metabolisme terkait dengan adanya sel tumor, dengan gejala penurunan
berat badan (BB), kesulitan makan atau minum akibat efek terapi antikanker.
Skrining
Status gizi merupakan salah satu
faktor yang berperan penting pada kualitas hidup pasien kanker. Masalah nutrisi
perlu mendapat perhatian seriusdalam tatalaksana pasien kanker, sehingga harus
dilakukan skrining dan diagnosis lebih lanjut. European Partnership for Action
Against Cancer (EPAAC) dan The European Society for Clinical Nutrition and
Metabolism (ESPEN) menyatakan bahwa pasien kanker perlu dilakukan skrining gizi
untuk mendeteksi adanya gangguan nutrisi, gangguan asupan makanan, serta
penurunan berat badan(BB) dan indeks massa tubuh (IMT) sejak dini, yaitu sejak
pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Pasien kanker dengan hasil skrining abnormal, perlu dilakukan penilaian
objektif dan kuantitatif asupan nutrisi, kapasitas fungsional, dan derajat
inflamasi sistemik.
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi
medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian gangguan kemampuan fungsi dan
aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
cara aman & efektif, sesuai kemampuan yang ada.
Pendekatan
rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak sebelum pengobatan
definitif diberikan dan dapat dilakukan pada berbagai tahapan & pengobatan
penyakit yang disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi kanker :
preventif, restorasi, suportif atau paliatif.
Komentar
Posting Komentar